Senin, 20 Mei 2013

LAPORAN HARDENABILITY "JOMINI TEST" (TEKNIK MESIN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.    LATAR BELAKANG

Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan metode grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.
Asumsi :
·         Laju pendinginan sangat lambat
·          Laju Pemanasan lambat
·          Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)

Gambar 1.1 Estimation of Hardenability by Jomini test

Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.


      Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan, bangunan, maupun bidang lainnya.  Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah, sehingga pengetahuan tentang metalurgi terus berkembang.
      Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan bahan yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk membuktikan suatu teori yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam proses perencanaan, dapat juga ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila tidak sesuai dapat dicari penggantinya yang lebih tepat. Disamping tidak  mengabaikan faktor  biaya produksi dan kualitasnya.
                  Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:
·         Uji Kekerasan
·         Uji Jomini
·         Uji Struktur Mikro
·         Uji Impak
·         Uji Tarik
















1.2.  MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1.  Maksud Pengujian
            Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1.      Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-sifatnya.
2.      Untuk mengetahui parameter - parameter pengujian
3.      Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya didalam praktek.
4.       Mengetahui sifat – sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.
5.       Mempratekkan teori – teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum pengujian material.
6.      Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
7.       Menambah pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.


1.2.2.   Tujuan Pengujian
      Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat – sifat logam seperti sifat mekanik, sifat fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat mekanik antara lain :

·         KEKUATAN ( STRENGHT )
       Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah, kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain sebagainya.

·         KEKERASAN ( HARDNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan ( abrasi ).Sifat ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).

·         KEKENYALAN ( ELASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban dihilangkan.

·         KEKAKUAN ( STIFNESS )

Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk atau defleksi.

·         PLASTISITAS ( PLASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis   ( yang permanent ) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan ( ductility ).

·         KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.

·         MERANGKAK ( CREEP )

Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.




·         KELELAHAN ( FATIQUE )

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang – ulang yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisnya.





























BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Tujuan Pengujian

      Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1.      Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.
2.       Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah di Heat Treatment.
3.       Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.
4.       Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin.


2.2.  Dasar Teori
2.2.1.  Pengertian Kekerasan
           
Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari  suatu logam.



Gambar 2.1 Grafik Hardenability

Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian ketiga jenis tersebut adalah:
1.      Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
2.       Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3.       Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.

Misalnya cara penekanan : BRINELL,  MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan      lain-lain.
     
Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan.


2.2.2.  Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan
           
Macam-masam proses perlakuan panas
1.     Thermal Treatments.


Gambar 2.2 Thermal Treatments


1.      Thermochemical Treatment.
2.      Inovatif Surface Treatment.

Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada kekerasan misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing ( full annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing), normalizing, hardening, tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai, sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1.      Hardening
           
Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu, lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan yang rendah.

      2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu 150 oC - 650 oC.

Gambar 2.3 Grafik tempering

3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah suhu rata didinginkan diudara.

4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( ±60 oC ), kemudian setelah merata didinginkan diudara.



 Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :
·         Melunakkan regangan sisa
·         Menghaluskan ukuran butir
·         Memperbaiki sifat kelistrikan
·         Melunakkan dan memperbaiki keuletan

Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal dapat memperbaiki machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai temperatur yang tinggi. Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya kurang baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.
 Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1 pada dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media udara ), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC - 60oC diatas garis A1.

Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit. Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.


Proses Heat Treatment :

Full annealing adalah proses menaikan temperatur secara perlahan sekitar 50 ºC (90 ºF) diatas Austenitic temperature line A3 atau ACM pada baja Hypoeutectoid (steels with < 0.77% Carbon) dan 50 ºC (90 ºF) pada baja Hypereutectoid (steels with > 0.77% Carbon).
Spesimen ditahan sampai semua fasa berubah menjadi austenite. Kemudian secara perlahan didinginkan degan laju pendinginan sekitar 20 ºC/hr (36 ºF/hr).
Butir hasil full annealing akan memiliki struktur coarse pearlite yang mengandung ferrite atau cementite tergantung baja hypo atau baja hyper.baja hasil full annealing bersifat lunak dan ulet

Normalizing adalah proses pemanasan melebihi temperatur 60 º C (108 ºF),diatas garis A3 atau ACM sampai daerah Austenite. Agar pada temperatur ini seluruh fasa berubah menjadi austenite. Kemudian dikeluarkan dari tungku dan didiamkan pada temperatur kamar. Struktur butir yang didapat adalah fine pearlite dengan kelebihan ferrite atau cementite. Material hasil normalizing lunak. Proses normalizing lebih murah daripada full annealing karena tidak ada biaya untuk pengaturan pendinginan tungku.

Spheroidization adalah proses annealing dengan kadar karbon yang tinggi (Carbon > 0.6%) yang kemudian akan di cold working atau di machining. Panaskan spesimen sampai temperatur dibawah garis A1 atau 727 ºC (1340 ºF) tahan temperatur dalam waktu yang lama lau dinginkan perlahan. Metode ini akan menghasilkan struktur dimana semua cementite berada dalam bentuk bulatan kecil (spheroids) yang terdispersi dalammatriks ferrite. Spheroidization meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.


ANALISIS DATA

Pada percobaan ini, benda kerja dipanaskan dulu pada temperatur austenisasinya untuk mendapatkan austenit yang homogen, diatas 727oC, yaitu pada 875oC selama 30 menit, agar panas merata ke seluruh bagian spesimen. Benda kerja dipanaskan sampai fasanya menjadi austenit (g). Kemudian diquenching, didinginkan dengan cepat, melalui metode water jet pada bagian bawah spesimen. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk membentuk martensit yang bersifat keras. Dari data hasil praktikum terlihat distribusi kekerasan yang tidak merata. Semakin jauh dari pusat quench, kekerasan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh  laju pendinginan yang tidak merata. Daerah yang dekat dengan pusat quench akan memiliki kekerasan yang tinggi karena laju pendinginan yang cepat sehingga banyak martensit yang terbentuk. Namun semakin jauh dari pusat quench laju pendinginan melambat, sehingga martensit yang terbentuk tidak sebanyak sebelumnya sehingga harga kekerasan menurun. Pada percobaan ini martensit yang terbentuk tidak sempurna pada keseluruhan bagian spesimen.
Berbeda dengan metode quench celup, harga kekerasan akan merata, namun akan terjadi vapour blanket di sekitar spesimen karena medium quench atau spesimennya statis. Vapour blanket adalah uap air di sekitar spesimen yang terbentuk karena air menguap, fenomena ini dapat dihilangkan dengan mengaduk medium quench atau menggoyangkan spesimen.
Martensit terbentuk dari fasa austenit. Pada awalnya baja memiliki fasa ferrite (BCC) kemudian dipanaskan hingga fasanya menjadi austenite (FCC), jika didinginkan secara lambat akan menghasilkan pearlite (BCC), namun dalam percobaan ini baja didinginkan dengan cepat sehingga terbentuk martensite (BCT). Pada pembentukan martensite, yang terjadi bukanlah difusi, melainkan mekanisme geser. Pada FCC, atom-atom C menempati rongga oktahedral. Jika pendinginan dilakukan dengan lambat maka atom C tetap pada posisi oktahedral, namun ketika didinginkan dengan cepat atom C menempati rongga tetragonal dengan mekanisme geser, dan strukturnya menjadi BCT (Body Centered Tetragonal).
Pengaruh laju pendinginan terhadap pembentukan martensit dapat dilihat pada diagram CCT. Spesimen pada percobaan ini adalah AISI 4142, baja dengan 0.4-0.45% C, 0.75-1.00% Mn 0.8-1.10%  Cr, sehingga diagram CCT yang digunakan adalah diagram CCT hypoeutectoid.
AISI 4142 memiliki kadar karbon medium, implikasi pada diagram CCT nya adalah, hidungnya tidak terlalu dekat dengan sumbu vertikal dan garis martensite start yang tidak terlalu rendah, memungkinkan terjadinya martensite 100% walaupun pendinginan tidak terlalu cepat.
Hardenability band yang didapatkan dari literatur ditunjukkan pada gambar disamping. Jika dibandingkan dengan data yang didapat pada hasil praktikum, pada jarak quenching awal kurva hardenability terletak dibawah hardenability band, dibawah batas minimum hardenability band. Artinya spesimen ini memiliki sifat hardenability yang kurang baik. Seharusnya secara teoritis, baja karbon medium memiliki hardenability yang baik, dan kurva hardenability nya berada pada hardenability band.
Kurva hardenability yang didapatkan lebih landai dibanding hardenability band nya. Hal ini menunjukkan sifat hardenability spesimen yang kurang baik.
Penyimpangan ini terjadi mungkin karena kadar karbon yang tidak sesuai standar sehingga menimbulkan perbedaan harga kekerasan dengan yang seharusnya. Namun, hanya sebagian kurva yang berada dibawah hardenability band, sehingga kemungkinan faktor penyebabnya bukan kadar karbon. Jika penyebabnya adalah kadar karbon, maka keseluruhan kurva hardenability akan berada dibawah hardenability band.
Kemungkinan yang lain adalah ketidakhomogenan panas pada spesimen ketika di dalam tungku, menyebabkan proses hardening tidak maksimal. Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah ketika akan melakukan proses quenching, spesimen terlalu lama berada di temperatur ruangan sehingga sempat mengalami pendinginan lambat. Pendinginan lambat ini dapat menyebabkan harga kekerasan menurun.
Jika dilihat hasil struktur mikro spesimen, pada titik 1 terlihat sangat banyak martensit yang terbentuk. Fasa martensit adalah yang berwarna hitam. Pada titik 10 keberadaan martensit mulai berkurang. Semakin jauh dari titik pusat quenching keberadaan martensite semakin berkurang. Hal ini menunjukkan nilai kekerasan spesimen yang semakin berkurang.




            `````````````````
Proses pendinginan secara langsung


Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.


Gambar 2.4 Perlakuan panas dari jomini test
Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut disebabkan karena hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan semprotan air sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung yang disemprot air.


Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah kemampuan dari suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis. Sedangkan kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.
Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara normalizing.
Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di ujung benda uji yang disemprot air.

2. Proses pendinginan  secara tidak langsung
Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1.      Quenching
Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung. Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening
·         menghasilkan produk yang keras tetapi getas
·         Menghasilkan tegangan sisa
·         Keuletan dan ketangguhan turun.  Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat:
1.      Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.
2.      Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di bawah temperatur 350˚C agar distorsi atau retak dapat dicegah.

1.      Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench pada temperature antara 3000F sampai dengan 12000F selama 30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan temperature kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.

2.      Annealing
Proses ini dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi, dimana keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam tungku. Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan sehingga tidak terdapat martensit.

3.      Normalizing
Proses memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan pada temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit.
Dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah sebagai berikut :
·         Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact.
·         Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian tarik beban yang
bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas ( Heat Treatment) . Pada pengujian Jominy ini kita melakukan proses pendinginan secara langsungkarena pendinginan dilakukan dengan cara menyemprotkan logam dengan air pada salah satu ujungnya.
Pada proses ini kita sebaiknya menghindari laju pendinginan yang cepat karena, pada prose pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji akan mengalami retak-retak, sedangkan pada laju pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan akan memiliki tingkat kekerasan yang tinggi dan keuletan yang baik.
Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak  akan mengalami perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit dan  perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana  untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT) diagram. Masing-masing fasa  di atas mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda.  Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang sama akan bervariasi  karena dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi tersebut merupakan komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen. Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon. Pada baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang tinggi kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur
Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin adalah sebagai berikut :
– Brine (air + 10 % garam dapur)
– Air
·         Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh sehingga tidak ada
·         kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan.
·         Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendinginkannya tinggi.
·         Dapat mengakibatkan distorsi
·         Digunakan untuk benda−benda kerja yang simetris dan sederhana
– Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNOdan NaNO2)
– Larutan minyak dalam air
– Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara bertekanan ke benda kerja
–Oli
·         Banyak digunakan
·         Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
·         Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
·         Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi rendah(pendinginan lambat)
·         Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi dan menjadi mudah terbakar.
Metode hardening selain Jominy test adalah Grossman test. Hardenability suatu baja diuukur oleh diamater suatu baja yang strukturmikro tepat di intinya adalah 50 % martensite setelah dilakukan proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja berbentuk silinder (panjang min 5xD) dengan variasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji metallography dan kekerasan, diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 % martensite dianyatakan sebagai diameter kritis (D0), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung dengan laju pendinginan  tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50% martensite) dengan pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di).

BAB III
JURNAL PRAKTIKUM

1.      Maksud dan Tujuan
·         Mengetahui sifat mampu keras dari baja .
·         Membandingkan hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis.

2.      Alat dan Bahan
·         Jangka sorong
·         Aparatus jomini air (alat uji)
·         Baja
·         Tang besi
·         Sarung tangan
·         Kikir

3.      Prosedur Percobaan
·         Bersihkan spesimen yang telah disediakan.
·         Panaskan spesimen didalam tungku sampai temperatur yang diinginkan, dengan mengatur petunjuk temperatur tungku.
·         Setelah spesimen mencapai temperatur yang diperlukan, biarkan selama 30 menit di dalam tungku.
·         Pindahkan spesime kedudukan yang telah disediakan, semprotkan air sampai spesimen menjadi dingin (temperatur kamar).
·         Siapkan spesimen untuk pengukuran kekerasan rockwell.
·         Ukur kekerasan spesimen pada setiap posisi dengan interval ¼ inch.



4.      Data Pengujian

No.
Posisi (Inch)
Kekerasan Rockwell
1
6 mm
154
2
12 mm
132
3
18 mm
126
4
24 mm
71
5
30 mm
116
6
36 mm
106
7
42 mm
127
8
48 mm
135
9
54 mm
136
10
60 mm
129
11
66 mm
96
12
72 mm
106
Nilai rata-rata
119.5


5.      Kesimpulan
Setelah melakukan praktek ini, kita dapat mengetahui perbedaan kekerasan baja karbon, sebelum dan setelah dipanaskan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar